DONOROJO – lensapacitan.com, Keberhasilan Pacitan dalam menyabet predikat kabupaten dengan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Berkelanjutan tak lepas dari cawai Sriyanti. Sejak 2008 silam, dirinya aktif menyerukan masyarakat untuk tak buang air besar sembarangan (BABS). Acap mendapat penolakan, tak jarang cibiran juga didapatnya.
Ditolak, dicibir hingga diacuhkan jadi makanan sehari-hari Sriyanti. Niat baik mengajak masyarakat untuk melakoni hidup sehat justru acap disalah arti. Disangka penghasut hingga dimintai bantuan kerap diterimanya saat berdialok bersama warga. ‘’Dulu hampir semua warga di satu desa itu tak ada yang memiliki WC,’’ kenang Sriyanti saat awal dirinya menjadi kader kesehatan 2008 silam.
Hari-hari awalnya tak hanya berat namun juga menantang. Perempuan kelahiran Gunungkidul, DIY itu kerap menerobos semak belukar. Terkadang harus bersembunyi di balik rindangnya tanaman hutan. Semua dia lakukan semata untuk mengetahui lokasi buang air warga.
Memang 10 tahun silam, bagi sebagian besar warga Pacitan terutama yang tinggal di wilayah barat. Buang air di semak-semak, bawah pohon keras hingga kali jadi hal lumprah dilakoni. Kegiatan itu bahkan telah turun termurun dilakukan masyarakatnya. Hingga, ancaman penyakit berbahaya mudah menyerang warga yang notebene tersebar lewat serangga yang hinggap di kotoran yang dibuang sembarangan. ‘’Karena kita tidak ada yang tau lalat itu hinggap dimana dan kemana,’’ ujar warga dusun Salam, Sukondono, Donorojo itu.
Pantangan mengajak, hingga menyuruh dipegang teguh ibu dua anak itu saat menjadi kader kesehatan. Meski dampaknya, Sriyanti harus berulang kali melakukan penyuluhan di satu lingkungan. Acap, dialognya bersama warga kala itu tak digubris dan diacuhkan. Enggan menyerah, warga asli Yogjakarta itu, berinisitiatif membuat peta BAB para warga. ‘’Kita buat peta sedarhana dari ranting batu dan serbuk gergaji. Kita ajak dialok dengan warga dan minta mereka menandai lokasi BAB masing-masing,’’ papar nenek satu cucu itu.
Cara tersebut terbukti ampuh, seiring berkali-kali peta yang sama dibuat satu persatu warga malu saat menunjukan lokasi BAB masing-masing. Pun satu persatu mereka sudi membuat WC dirumah masing-masing. Sebagian bahkan membuat arias WC ditiap lingkungan. Hingga, dua tahun berjalan sejak awal terjun jadi kader, wanita kelahiran 11 april 1969 itu sukses entaskan Pacitand dari tabiat BAB sembarangan (BABS). ‘’Ditahun 2010 itu ada deklarasi bersama dengan tak melakukan BAB sembarangan di Pacitan,’’ terangnya sembari menyebut tiap lingkungan mempunyai cara masing-masing dalam menjaga warga agar tak BABS. (not)