PACITAN – lensapacitan.com, Suara anjing nyaring terdengar di pematang sawah. Tak hanya satu, beberapa suara saling bersautan silih berganti. Saat didekati, tak nampak satupun hewan penjaga tersebut yang terlihat. Yang ada hanya beberapa petani sembari membawa kaleng bekas. Ternyata suara tersebut adalah kaleng pengusir Babi hutan yang menyerupai suara anjing. ‘’Suaranya (anjing, red) dari keleng ini, memang dibuat semirip mungkin dengan anjing. Namanya kaleng guguk,’’ ujar Katibi salah seorang
petani.
Bukan kurang kerjaan atau tanpa tujuan. Gongongan kaleng guguk milik warga dusun Bedayu, Bolosingo, Pacitan itu jadi andalan Katibi untuk menyambung hidup. Tampak sepele, namun babi hutan atau warga biasa menyebutnya celeng kerap memangsa dan merusak tanaman padi milik Katibi. Hingga, untuk mengusir hama tersebut, dirinya harus menggunakan gonggongan kaleng guguk untuk menghalau para babi. ‘’Terbukti ampuh, karena kalau dengar suara anjing pasti celeng-celeng takut dan lari,’’ terangnya
Untuk membuat kaleng guguk tidaklah sulit Katibi hanya perlu kaleng bekas sebagai media pengeras suara. Semakin besar kaleng jelas suara yang dihasilkan kian nyaring. Biasanya bapak dua anak itu memakai kaleng bekas susu atau tiner untuk selanjutnya dilubangi bagian pantatnya menggunakan paku. Lanjutnya, sobekan kain tak terpakai sepanjang satu meter dimasukan dalam lubang dan diikat satu ujungnya agar menyangkut. ‘’Setelah itu tinggal dibasahi dengan air, dan kainnya di plirit (tarik,red), langsung keluar suara anjing,’’ jelasnya sembari menyarankan tangan lainnya memegang mulut kaleng agar suara tambah nyaring terdengar.
Cara tersebut dipelajari Katibi dari orang tuanya dulu. Kerap digunakan untuk bermain saat anak-anak, kaleng dulunya menggunakan gelas plastik. Namun suara yang tak begitu nyaring dan tak mirip anjing.Hingga warga berinofasi dengan mengganti menggunakan kaleng. Sukses besar, saat babi hutan dan
kera mendengar suara kaleng guguk miliknya, hewan-hewan tersebut pasti lari ketakutan. ‘’berlatih dulu agar suara yang dihasilkan mirip guguk, termasuk cara nariknya,’’ papar suami Suryati tersebut
Hampir 24 jam, Katibi berada di gubuknya sawahnya. Berangkat sore pulang dini hari, ini dilakukannya setiap hari bersama warga lainnya. Pasalnya, di seminggu jelang panen ini. Jika tak dijaga babi hutan dan kera kerap datang dan merusak lahan sawahnya. Jika dibiarkan dipastikan padi yang ditanam tak akan dipanen. ‘’Biasanya disini jaganya gantian, nanti dua jam jaga dua jam tidur. karena gerombolan babi banyak kadang sore, tengah malam atau pagi buta juga datang,’’ pungkas Katibi. (yon)