Pacitan (kubaca.com) – Di sebuah rumah sederhana di Dusun Krajan, Desa Nglaran, Kecamatan Tulakan, suara serat bambu beradu dengan pisau kecil terdengar lirih. Di sudut rumah, seorang pria paruh baya duduk dengan khidmat, tangannya cekatan menyusun helai demi helai bambu hingga membentuk wadah anyaman. Dialah Seno (60), perajin anyaman bambu yang tetap setia berkarya meski penglihatannya tak lagi sempurna.
Bersama istrinya, Senok (59), Seno menekuni pekerjaan ini setiap hari. Saat ditemui, ia tengah menyelesaikan besek pesanan pelanggan. Tangannya yang terlatih sejak kecil bergerak luwes, seakan keterbatasan penglihatan tak pernah menjadi penghalang.
“Setiap hari alhamdulillah ada yang pesan. Bulan Agustus seperti sekarang biasanya lebih ramai untuk kebutuhan stand UMKM,” ujarnya ditulis Rabu (3/9/2025.
Kerajinan bambu bukan hal asing bagi Seno. Sejak kecil ia sudah akrab dengan pekerjaan ini. Bagi Seno, menganyam bukan hanya sekedar keterampilan, melainkan warisan keluarga yang sudah menjadi tradisi.
“Peninggalan turun-temurun. Sejak kecil sudah belajar menganyam dari orang tua. Sudah menjadi tradisi,” katanya.
Pria yang juga seorang tukang pijat ini mengenang masa ketika sempat bergabung dalam kelompok perajin. Bersama rekan-rekannya, ia membuat kursi dan meja bambu. Namun, kebersamaan itu tak bertahan lama. Perbedaan pendapat membuat kelompok bubar, dan Seno kembali menekuni usaha mandiri.
“Kalau dibikin kelompok, kadang ada yang nggak kompak, bikin perasaan nggak enak. Akhirnya bikin sendiri-sendiri,” imbuhnya
Kini hasil karyanya cukup beragam, mulai dari besek untuk tempat ingkung, tompo, senik, hingga pithi. Dari sekian jenis itu, besek menjadi produk paling laris.
“Dalam sebulan mampu menjual besek tempat ingkung 150 biji. Per satu harganya Rp20 ribu ukuran 40 centimeter,” terangnya.
Sementara produk lain dijual lebih murah, seperti pithi yang hanya Rp 4 ribu per buah. Bagi Seno, bekerja dengan bambu adalah jalan hidup. Meski penglihatan terbatas, semangatnya tetap utuh. Setiap helai bambu yang dianyam adalah bukti kegigihannya menjaga warisan leluhur sekaligus menopang ekonomi keluarga.
“Yang penting bisa bermanfaat, bisa buat orang lain senang, itu sudah cukup,” ucapnya lirih. (Akz)