Pacitan – Tidak banyak warga yang mampu mengolah tiwul dari bahan baku gaplek, namun di Pacitan, pasangan suami istri asal Kecamatan Tulakan, telah berhasil mengubah keterampilan ini menjadi ladang penghasilan. Mereka memproduksi tiwul instan, yang hanya butuh waktu sekitar lima menit untuk disajikan, dan dari usaha ini mereka mampu meraih omzet jutaan rupiah setiap bulannya.
Srini (43) dan Saiful (48) warga Dusun Kepek, Desa Kalikuning, Tulakan, Pacitan ini memulai usaha produksi tiwul instan sejak tahun 2006. Meskipun pekerjaan ini umumnya dilakukan oleh perempuan, Saiful dengan cekatan melakukan proses “muyu” atau membentuk butiran tepung kecil dari gaplek yang kemudian dijemur di atas tampah. Setiap hari, pasangan ini memproduksi tiwul instan secara rutin, terutama di musim kemarau.
Proses pembuatan tiwul instan cukup panjang. Setelah tepung gaplek dibentuk menjadi butiran kecil dan dijemur hingga kering, butiran tersebut dimasak selama sekitar 15 menit. Setelah matang, tiwul kembali dijemur hingga benar-benar kering, yang membutuhkan waktu sehari penuh jika cuaca panas. Saat musim hujan, produksi sedikit terkendala, namun di musim kemarau, mereka mampu menghasilkan hingga 40-50 kilogram tiwul instan per hari.
Produk mereka dikemas dalam plastik berisi 400 gram dan dijual seharga delapan ribu rupiah. Tiwul instan buatan Srini dan Saiful tidak hanya dipasarkan di Pacitan, tetapi juga menembus pasar Semarang dan Surabaya. Berkat kerja kerasnya, omzet usaha ini bisa mencapai hingga enam juta rupiah per bulan, dengan rata-rata penjualan sekitar tiga kuintal tiwul instan.
Srini mengisahkan bahwa usaha ini awalnya dijalankan bersama kelompok warga, namun banyak anggota yang mundur karena penjualan belum begitu laku. Namun, berkat ketekunan dan kegigihannya, Srini terus mempertahankan usaha ini hingga sukses seperti sekarang. Selain itu, tiwul instan ini juga sehat karena bebas gluten dan tanpa bahan pengawet.
Dari usaha ini, Srini dan Saiful berhasil menyekolahkan kedua anaknya hingga jenjang perguruan tinggi.