Pacitan – Suasana syukur dan kebersamaan begitu terasa di Festival Nelayan Pacitan, Kamis pagi (26/6/2025). Bertempat di halaman Gedung Grhatama Jaladri, UPT P3 Tamperan, ratusan nelayan berdatangan membawa tumpeng sebagai persembahan. Bukan sekadar tradisi, namun menjadi bentuk penghormatan kepada laut—sumber kehidupan mereka.
Ada yang unik dari perayaan ini. Sebanyak 100 tumpeng disajikan dalam tradisi kembul bujono, makan bersama sebagai lambang kekeluargaan antar nelayan. Namun, dua di antaranya punya peran khusus—tumpeng suci, dihias janur, diarak ramai-ramai dan akhirnya dilarung ke tengah laut.
“Ini bentuk sedekah kami. Rezeki dari laut harus kembali ke laut, sebagai wujud syukur kami kepada Yang Maha Kuasa,” ujar Ahmad Andri Hermansyah, Wakil Ketua HNSI Pacitan.
Tradisi larung tumpeng ini bukan hanya ritual, tapi juga simbol kekuatan budaya lokal yang masih lestari. Bahkan, Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayuaji, ikut memimpin prosesi larung dengan menaiki kapal nelayan, disusul puluhan perahu lainnya. Di tengah lautan, doa-doa dipanjatkan, harapan dipasrahkan.
Wakil Bupati Gagarin menyebut larung tumpeng sebagai perwujudan budaya maritim yang harus terus dijaga. “Dengan garis pantai sepanjang 70 kilometer, Pacitan punya potensi laut besar. Tradisi ini mempererat solidaritas, sekaligus mengingatkan kita pada pentingnya menjaga kelestarian laut,” ujarnya.
Festival ini tak sekadar seremoni tahunan. Ia adalah refleksi, penghormatan, dan harapan. Bagi para nelayan Pacitan, laut bukan hanya tempat mencari ikan—tapi rumah yang pantas dihargai, dijaga, dan disyukuri. (not)